credit pic here |
"Saya
senang akhirnya kau datang," ucap Chalmers. Ia duduk di depan jendela
dengan wajah pucat. Dua lilin tinggi hampir terbakar habis di dekat sikunya,
memancarkan cahaya ambar yang pucat di sepanjang hidung bangir dan dagunya yang
menjorok ke dalam. Chalmers tidak ingin memiliki benda modern apapun di
apartemennya. Jiwanya adalah jiwa seorang petapa abad pertengahan yang lebih
memilih patung gargoyle yang melotot daripada radio atau mesin-penghitung,
lebih suka membaca naskah tua di bawah cahaya lilin daripada mengendarai
otomobil.
Sementara
menyeberangi ruangan menuju sofa yang ia siapkan, aku melirik meja kerjanya dan
terkejut ketika mendapati ia sedang mempelajari formula matematika dari seorang
fisikawan kontemporer yang tersohor, dan telah memenuhi begitu banyak
kertas-kertas berwarna kuning dengan desain bangun geometris yang sulit
dimengerti.
"Bukankah
Einstein dan John Dee sedikit aneh untuk dijadikan teman tidur," ucapku
selagi mengalihkan tatapan dari grafik-grafik menuju enam puluh atau tujuh
puluh buku aneh yang berkompromis dengan keanehan perpustakaan kecilnya.
Plotinus dan Emanuel Moscopulus, St. Thomas Aquinas dan Frenicle de Bessy
berdiri berdesakan dalam rak buku kayu ebony yang muram. Pamflet-pamflet
tentang sihir medis, ilmu gaib, ilmu hitam dan hal-hal glamor lain yang ditolak
dunia modern memenuhi semua meja, kursi dan meja tulis.
Chalmers
tersenyum bersemangat dan mengulurkan padaku sebatang sigaret Rusia di atas
sebuah baki berukiran aneh. "Sekarang ini, kita baru saja menyadari,"
ujarnya, "bahwa sang alkemis tua dan para penyihir-penyihir itu dua
pertiga benar, dan ilmu biologis dan materialis modern milikmu adalah
sembilan persepuluh salah."
"Kau
memang selalu mencemooh sains modern," tukasku, sedikit tak sabar.
"Hanya
pada dogma saintifiknya," jawab Chalmers. "Saya memang selalu
melawan, seorang juara originalitas tanpa harapan; itulah kenapa saya
memutuskan untuk menolak kesimpulan dari
biologi kontemporer."
"Dan
Einstein?" tanyaku.
"Seorang
pendeta matematikal transenden!" gumamnya dengan hormat. "Seorang
mistikus dan penjelajah rasa ingin tahu yang luar biasa."
"Jadi
kau tidak benar-benar membenci sains."
"Tentu
tidak," Chalmers menekankan. "Saya hanya tidak mempercayai
positivisme sains selama lima puluh tahun terakhir, positivisme Heckel dan
Darwin serta Mr. Bertrand Russel. Saya percaya bahwa biologi telah dengan
menyedihkan gagal untuk menjelaskan misteri asal mula manusia dan takdir."
"Beri
mereka sedikit waktu," balasku.
Sepasang
mata Chalmers berpendar, "Sahabatku," gumamnya, "permainan
kata-katamu sungguh indah. Berikan mereka waktu. Tepat seperti apa yang
akan kulakukan. Tetapi ahli biologis modern-mu telah menolak waktu. Mereka
punya kuncinya, tapi menolak menggunakannya. Apa sebetulnya yang
kita tahu tentang waktu? Einstein percaya bahwa waktu bersifat relatif, bisa
diinterpretasikan sebagai ruang, ruang yang melengkung. Namun, apakah
kita perlu berhenti sampai di situ? Ketika matematika mengecewakan kita, tidak
bisakah kita tetap maju dengan—wawasan?"
"Kau
menginjak dasar yang berbahaya," jawabku. "Jebakan yang dihindari
jiwa penyelidikmu. Itulah kenapa sains modern memilih berkembang dengan sangat
lambat; menolak apapun yang tidak bisa buktikan. Tapi kau—"
"Saya
akan mengonsumsi ganja, opium, semua narkotika. Saya kan meniru orang-orang
bijak dari Timur. Saya akan menguasai—"
"Apa?"
"Dimensi
keempat."
"Teori
gila!"
"Mungkin.
Tapi saya percaya kalau narkotika mampu memperluas kesadaran manusia. William
James setuju, dan saya telah menemukan satu yang baru."
"Narkotika
baru?"
"Digunakan
ratusan tahun yang lalu oleh alkemis Cina, tetapi belum dikenal di Barat. Daya
yang dihasilkan luar biasa. Dengan bantuan benda ini, dan pengetahuan
matematikal, saya yakin mampu kembali ke masa lalu."
"Aku
tidak mengerti."
"Waktu
hanyalah persepsi kita yang tidak sempurna atas ruang dimensi baru. Waktu dan
gerak adalah ilusi. Semuanya yang ada sejak awal terbentuknya dunia, tetap ada sekarang.
Kejadian yang terjadi ratusan tahun yang lalu, tetap berlanjut dalam ruang
dimensi yang lain. Kejadian yang akan terjadi ratusan tahun di masa depan, saat
ini telah terjadi. Kita tidak bisa memahami keberadaannya karena kita tidak
bisa memasuki ruang dimensi yang memuat kejadian-kejadian itu. Manusia seperti
yang kita tahu, hanya pecahan kecil dari sesuatu yang jauh lebih besar. Setiap
manusia terhubung dengan semua kehidupan yang telah mendahului mereka
sebelumnya. Semua leluhur mereka adalah bagian dari dirinya. Hanya waktu yang
memisahkannya dengan kakek-kakek buyutnya, dan waktu pula sebuah ilusi yang
membuatnya tidak nyata."
"Kurasa
aku paham maksudmu," gumamku.
"Pengetahuan
ini cukup untuk tujuan saya jika kau bisa membentuk gagasan samar tentang apa
yang ingin saya capai. Saya ingin menanggalkan tudung ilusi yang menutupi
pandangan dan melihat awal dan akhir."
"Dan
kau pikir narkotika baru ini akan membantumu?"
"Saya
yakin dan saya ingin kau membantu. Saya berencana menggunakannya segera. Saya
tidak bisa menunggu. Saya harus melihat." Tatapannya bersinar aneh.
"Saya akan pergi, kembali ke masa lalu, melalui waktu."
Chalmers
bangkit dan berjalan menuju perapian. Ketika ia berbalik menghadap padaku, ia
memegang sebuah kotak kecil di tangan. "Di dalam sini, ada lima butir obat
Liao. Obat ini yang digunakan alkemis Lai Tze, dan dengan pengaruhnya ia
melihat Tao. Tao adalah gaya paling misterius di dunia; mengelili dan meresap
pada semua hal; mengandung seluruh alam semesta dan semua yang kita sebut
realita. Ia yang menangkap misteri Tao mampu melihat dengan jelas semua hal
yang lalu dan akan datang."
"Omong
kosong!" seruku.
"Tao
menyerupai binatang, terbaring, tidak bergerak. Dalam tubuhnya yang luar biasa
besar ia mengandung semua dunia di alam semesta kita, masa lalu dan masa depan.
Kita melihat bagian-bagian dari monster ini melalui celah-celah yang kita sebut
waktu. Dengan bantuan obat ini, Saya akan memperbesar celah itu. Saya akan melihat
figur kehidupan, seluruh bagian tubuh binatang itu."
"Dan
apa yang kau ingin aku lakukan?"
"Mengamati,
temanku. Mengamati dan mencatat. Dan jika saya pergi terlalu jauh, kau harus
memanggil saya kembali. Kau bisa memanggil saya dengan menggoncangkan tubuh
saya dengan keras. Jika saya terlihat kesakitan, kau harus menyadarkan saya
segera."
"Chalmers,"
ucapku, "Aku berharap kau tidak melakukan eksperimen ini. Resikonya
terlalu besar. Aku tidak percaya ada dimensi keempat dan sungguh tidak percaya
pada Tao. Aku tidak setuju kau bereksperimen dengan narkotika yang tidak
dikenal."
"Saya
mengenal obat ini," jawabnya. "Saya tahu betul bagaimana obat ini
mempengaruhi manusia atau binatang, maupun bahayanya. Resikonya tidak berasal
dari obat itu sendiri. Satu-satunya ketakutan saya hanya jika tersesat dalam
waktu. Kau lihat, saya harus membantu obatnya. Sebelum mengonsumsinya, saya
harus memusatkan perhatian pada simbol-simbol aljabar dan geometri yang ada di
kertas ini." Ia mengangkat grafik matematis yang sejak tadi berdiam di
atas lututnya. "Saya harus mepersiapkan pikiran untuk bertamasya ke dalam
waktu. Saya akan mendekati dimensi keempat dengan kesadarn pikiran penuh
sebelum meminum obat ini yang akan membuat saya mampu menggunakan kekuatan
persepsi gaib. Sebelum saya memasuki dunia mimpi dari mistik Timur, saya harus
mendapatkan semua bantuan matematikal yang mampu diberikan sains modern.
Pengetahuan matematikal ini, pendekatan kesadaran pada pemahaman dimensi
keempat dari waktu. Obat ini akan membuka pemandangan baru yang menakjubkan—persiapan
matematikal akan membuat saya mampu memahami pemandangan itu secara
intelektual. Saya sudah sering menghadapi dimensi keempat itu dalam mimpi,
dengan emosional dan intuitif tetapi saya belum pernah mampu mengingat kembali,
ketika terjaga, kemegahan mistis yang sesaat terbuka pada saya.
"Tetapi,
dengan bantuanmu, saya yakin mampu mengingatnya kali ini. Kau akan mencatat
semua yang saya katakan sementara saya berada di bawah pengaruh obat itu. Tidak
peduli seberapa aneh atau kacaunya ucapan saya, kau harus mencatat semuanya.
Ketika terbangun, saya mungkin bisa memberikan kunci tentang apapun yang
aneh maupun tidak masuk akal dari
catatanmu. Saya tidak yakin bisa berhasil, tapi jika memang berhasil,"
kedua matanya tiba-tiba bersinar, "waktu tidak akan berpihak pada saya
lagi."
Chalmers
terduduk seketika, "Saya harus melakukan eksperimen ini segera. Tolong
berdirilah di sana dan perhatikan. Apa kau punya pena?"
Aku
mengangguk muram dan mengeluarkan Watermann berwarna hijau pucat dari saku atas
rompiku.
"Dan
buku catatan, Frank?"
Aku
mengerang dan mengeluarkan buku memorandum. "Aku sungguh menentang
eksperimen ini," gumamku. "Kau menghadapi resiko yang sangat
berbahaya."
"Jangan
seperti wanita tua bodoh begitu!" tergurnya. "Ucapanmu tidak akan
bisa menghentikan saya sekarang. Tolong diamlah selagi saya mempelajari grafik-grafik
ini."
Chalmers
mengangkat grafik-grafiknya dan mempelajari kertas itu dengan tekun. Aku
menatap jam di atas perapian berdetik habis sementara rasa ingin tahu yang
mengerikan meremas hatiku hingga aku terbatuk.
Tiba-tiba,
jam berhentik berdetik dan tepat saat itu Chalmers menelan obatnya.
Aku
bangkit secepat mungkin untuk mendekatinya tetapi matanya memohon padaku untuk
tidak mengganggu. "Jamnya sudah berhenti," gumamnya. "Gaya yang
mengontrol jam itu membuktikan eksperimen ini. Waktu telah berhenti, dan
saya menelan obatnya. Saya berdoa pada Tuhan agar tidak kehilangan jalan."
Ia
menutup matanya dan bersandar pada sofa. Darah surut dari wajahnya, nafasnya
terdengar sangat berat. Jelas obat itu telah bereaksi sangat cepat.
"Hari
mulai gelap," gumamnya. "Tulislah.. hari mulai gelap dan benada-benda
familiar di ruangan ini perlahan memudar. Saya bisa melihat semuanya dengan
samar melalui kelopak mata saya, tetapi semuanya memudar perlahan."
Aku
mengguncang penaku untuk mengeluarkan tintanya dan menulis dengan cepat selagi
Chalmers terus mendikte.
"Saya
meninggalkan ruangan. Dinding-dindingnya menghilang dan saya tidak bisa melihat
objek familiar lagi. Tetapi wajahmu masih terlihat. Saya harap kau tetap
menulis. Sepertinya sebentar lagi saya akan melakukan lompatan besar—sebuah
lompatan melintasi ruang. Atau mungkin saya akan melompat melintasi waktu. Saya
tidak tahu. Semuanya gelap, kabur."
Ia
duduk sebentar, dengan kepada tenggelam di dada. Lalu tiba-tiba tubuhnya kaku
dan kelopak matanya membelalak terbuka. "Tuhan di surga!" teriak
Chalmers, "Saya melihat!"
Tubuh
Chalmers menegang maju dari kursi, berhadapan dengan dinding. Tapi aku tahu ia
melihat melewati dinding itu dan objek di dalam ruangan ini tidak ada lagi
baginya. "Chalmers," seruku, "Chalmers, apa aku perlu
membangunkanmu?"
"Jangan!"
pekiknya. "Saya melihat semuanya! Semua milyaran kehidupan yang
mendahului saya di planet ini muncul di hadapan saya sekarang. Saya melihat
laki-laki dari segala usia, segala ras, segala warna. Mereka bertarung,
membunuh, membangun, menari, bernyanyi. Mereka duduk mengitari api di tengan
gurun sepi dan terbang membelah angkasa dengan monoplanes. Mereka
mengendarai lautan dengan sampan dan kapal uap yang sangat besar; mereka
melukis bison dan mammoth pada dinding gua dan menutup kanvas itu dengan desain
futuristik yang sulit dimengerti. Saya melihat migrasi dari Atlantis. Saya
melihat migrasi dari Lemuria. Saya melihat ras paling tua—gerombolan kurcaci
hitam menguasai Asia dan para Neanderthal bongkok dan lutut menekuk mengamuk di
seluruh Eropa. Saya melihat suku Achaeans menuju kepulauan Yunani dan awal
terbentuknya budaya Hellenic. Saya berada di Athens dan Pericles masih sangat
muda. Saya berdiri di tanah Italy. Saya bergabung dalam pemerkosaan wanita-wanita
Sabine; saya berderap bersama Imperial Legions. Saya gemetar karena
kagum dan rasa ingin tahu sementara moral yang luar biasa berlalu dan bumi
bergejolak dengan tapak kaki berjaya hastati. Seribu budak telanjang
bersujud saat saya lewat dengan tandu emas dan gading yang ditarik lembu
sehitam malam dari Thebes dan para gadis-gadis pembawa bunga berteriak 'Ave
Caesar' saat saya mengangguk dan tersenyum. Saya sendiri seorang budak
dalam galeri Moorish. Saya menyaksikan pendirian katedral agung. Batu demi
batu berdiri, melewati bulan demi bulan dan tahun-tahun saya berdiri dan
menyaksikan setiap batu disusun. Saya dibakar pada salib dengan kepala
menghadap ke bawah di dalam taman berbau tyme di Nero dan dengan kegirangan dan
hina, saya menyaksikan para penyiksa bekerja di ruang penyelidikan.
"Saya
memasuki suaka paling suci; kuil Venus. Saya berlutut mengagumi Magna Mater,
dan saya melempar koin ke lutut telanjang para gundik yang duduk dengan wajah
bercadar di hutan Babylon. Saya menyusup ke dalam teater masa Elizabeth dengan
bau rakyat jelata mengerubungiku lalu bertepuk tangan untuk The Merchant of
Venice. Saya berjalan bersama Dante melalui jalanan sempit kota Florence.
Saya bertemu dengan Beatrice muda dan tepian pakaiannya menyapu sandal saya
sementara saya terpesona memandangnya. Saya adalah pendeta Isis, dan sihir yang
saya miliki memesona seluruh negeri. Simon Magnus berlutut di hadapan saya,
memohon bantuan dan Pharaoh gemetar ketika saya mendekatinya. Di India saya
berbicara dengan pada Master dan berlari sambil berteriak menjauhi mereka
karena wahyu yang mereka berikan seperti garam ditaburkan pada luka penuh
berdarah.
"Saya
merasakan semuanya serentak. Saya merasakan semuanya dari segala sisi; saya
adalah bagian dari padatnya milyaran kejadian di sekitar saya. Saya ada di
semua laki-laki dan semua laki-laki ada di dalam diri saya. Saya melihat
seluruh sejarah manusia dalam sekejap, masa lalu dan masa kini.
"Dengan
menyaring saya bisa melihat jauh dan lebih jauh ke belakang. Sekarang saya
kembali melewati kurva dan sudut-sudut yang membingungkan. Kurva dan
sudut-sudut yang membiak di sekitar saya. Saya melihat segmen-segmen waktu yang
luar biasa melalui kurva-kurva itu. Waktu melengkung dan waktu bersudut.
Makhluk yang berdiam di waktu bersudut tidak bisa memasuki waktu melengkung.
Sungguh aneh.
"Saya
terus kembali ke masa lalu. Manusia telah menghilang dari bumi. Reptil-reptil
raksasa mendekam di bawah tanaman raksasa dan berenang dalam danau berair hitam
yang muram. Tidak ada binatang tersisa di atas tanah, tetapi di bawah air
terlihat jelas, figur-figur hitam bergerak perlahan mengitari vegetasi yang
telah membusuk.
"Figur-figur
itu berubah menjadi lebih sederhana dan lebih sederhana. Kini mereka hanya
sebuah sel tunggal. Semuanya tentang saya merupakan sudut—sudut aneh yang tidak
memiliki pasangan di bumi. Saya sungguh ketakutan.
"Sebuah
jurang neraka yang tidak bisa dipahami manusia."
Aku
menatapnya. Chalmers bangkit dan menggerakkan tangannya tanpa daya. "Saya
melewati sudut yang tidak wajar; saya mendekati—oh sesuatu yang membakar dengan
mengerikan!"
"Chalmers!"
teriakku. "Apa kau ingin aku membangunkanmu?"
Ia
mengangkat tangan kanannya dengan cepat ke wajah, seolah ingin meredam
pemandangan yang mengerikan. "Belum!" teriaknya, "Saya akan
melanjutkan. Saya akan melihat—apa—yang ada—di atas—"
Keringat
dingin muncul di dahinya dan bahunya tersentak berkali-kali. "Di atas
kehidupan," wajahnya memucat penuh kengerian, "ada hal-hal yang tidak
bisa saya kenali. Mereka bergerak perlahan melewati sudut-sudut. Mereka tidak
bertubuh, dan mereka bergerak dengan sangat pelan melewati sudut-sudut yang
mustahil."
Saat
itulah aku menyadari bau yang muncul di dalam ruangan. Bau tajam yang tidak
bisa dijelaskan, sangat memuakkan hingga aku tidak bisa menahannya. Aku
bergerak dengan cepat mendekati jendela dan membukanya lebar-lebar. Saat aku
berbalik pada Chalmers dan menatap matanya, aku hampir pingsan.
"Saya
rasa mereka telah mengendus saya!" jeritnya. "Mereka perlahan
berbelok ke arah saya."
Tubuh
Chalmers gemetar hebat. Untuk sesaat ia mencakar udara dengan kedua tangannya.
Lalu kakinya melemas dan ia terperosok jatuh menghantamkan wajahnya ke lantai,
kejang dan mengerang.
Aku
melihatnya dalam diam sementara Chalmers menyeret tubuhnya di lantai. Ia bukan
lagi manusia. Giginya telanjang dan ludah menetes dari ujung bibirnya.
"Chalmers!"
seruku, "Chalmers, berhenti! Berhenti! Apa kau mendengarku?"
Seolah
menjawab pertanyaanku, ia mengeluarkan suara erangan parau yang tidak
menyerupai apapun selain gonggongan anjing, dan menggeliat membentuk lingkaran.
Aku berlutut dan mencengkeram bahunya. Dengan kasar dan putus asa, aku menggoncangkan
tubuhnya. Chalmers memutar kepalanya dan mencaplok pergelangan tanganku.
Meskipun begitu ketakutan, aku tidak melepaskan cengkeramanku pada bahunya
karena khawatir ia akan menghancurkan dirinya sendiri dalam kemarahan yang
meledak-ledak.
"Chalmers,"
gumamku, "kau harus berhenti. Tidak ada apapun di ruangan ini yang bisa
melukaimu. Kau mengerti?"
Aku
terus mengguncang tubuhnya dan perlahan kegilaan itu surut dari wajahnya.
Gemetar, ia mendekam di atas karpet.
Aku
membawanya ke sofa dan mendudukkannya di sana. Wajahnya kesakitan dan aku tahu
ia masih kesakitan dan kesulitan untuk keluar dari memori mengerikan itu.
"Wiski,"
gumamnya. "Ada botol dalam kabinet di sebelah jendela—laci kiri
atas."
Aku
mengulurkan wiski, jemarinya mencengkeram botol itu hingga buku-buku jarinya
berwarna biru. "Mereka hampir mendapatkanku," ujarnya, terkesiap.
Wiski itu tandas dengan beberapa tegukan saja dan perlahan wajahnya kembali
berwarna.
"Obat
itu sangat buruk!" gumamku.
"Bukan
obatnya," erang Chalmers.
Matanya
tidak lagi membelalak, tapi wajahnya masih tampak seolah jiwanya belum kembali.
"Mereka
mengendusku di dalam waktu," ucapnya. "Aku pergi terlalu jauh."
"Seperti
apa mereka?" tanyaku, untuk menanggapinya.
Chalmers
mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencengkeram tanganku. Ia gemetar hebat.
"Tidak ada kata-kata dalam bahasa kita yang bisa mendeksripsikan
mereka!" Ia bicara dengan suara berbisik yang parau. "Mereka
tersimbolisasi dengan samar dalam mitos Kejatuhan, dan dalam bentuk saru yang
terkadang ditemukan terukir pada tablet-tablet kuno. Orang Yunani menamai
mereka, menutupi sifat keji mereka. Pohoh, Ular dan Apel—simbol-simbol ini
adalah simbol paling samar dari hampir semua misteri."
Suaranya
meninggi menjadi teriakan. "Frank, Frank, perbuatan amat buruk telah
dilakukan di awal waktu. Sebelum waktu, perbuatan itu, dan dari
perbuatan itu—"
Chalmers
bangkit dan mondar-mandir di dalam ruangan. "Benih dari perbuatan itu
bergerak melewati sudut dalam ceruk-ceruk gelap dari waktu. Mereka lapar dan
haus!"
"Chalmers,"
panggilku untuk menenangkannya. "Kita hidup di dekade ketiga dari abad
kedua puluh."
"Mereka
kurus dan haus!" jeritnya. "Anjing-anjing pemburu dari
Tindalos!"
"Chalmers,
perlukah aku menghubungi doktermu?"
"Seorang
dokter tidak bisa membantu sekarang. Mereka sangat mengerikan, dan lagi—"
Chalmers menyembunyikan wajahnya di telapak tangan dan mengerang— "mereka
nyata, Frank. Saya melihat mereka untuk sesaat yang mengerikan. Untuk sesaat
saya berdiri di sisi lain. Saya berdiri di pantai muram di batas ruang
dan waktu. Dalam cahaya mengerikan yang sebenarnya bukan cahaya, dalam
kesunyian yang menjerit, saya melihat mereka."
"Seluruh
kekejian di dunia ini berkumpul dalam tubuh mereka yang kurus dan kelaparan.
Apakah mereka punya tubuh? Saya melihat mereka hanya sekejap; saya tidak yakin.
Tapi saya mendengar mereka bernapas. Tidak bisa diungkapkan dengan
kata-kata, untuk sesaat saya merasakan napas mereka di wajah saya. Mereka
menoleh dan saya lari. Dalam satu momen saya berlari sambil berteriak melewati
waktu. Saya berlari menembus satu milyar tahun.
"Tapi
mereka sudah mengendus saya. Manusia yang membangunkan mereka dalam kelaparan
kosmik. Kita berhasil melarikan diri, untuk sementara, dari kekejian yang
mengitari mereka. Mereka haus akan sesuatu dari kita yang masih bersih, yang
muncul dari perbuatan tanpa noda. Ada bagian dari diri kita yang tidak ambil
bagian dalam perbuatan keji itu dan mereka membencinya. Tapi, jangan
membayangkan kalau mereka benar-benar keji. Mereka lebih di atas baik dan buruk
yang kita pahami. Mereka adalah sesuatu yang, saat awal mula, jatuh dari
kesucian. Tapi mereka tidak jahat dalam pengertian kita karena dalam dunia
mereka tidak ada pemikiran, tidak ada moral, tidak ada salah dan benar seperti
yang kita pahami. Hanya ada suci dan kotor. Yang kotor, jahat dan keji muncul
melalui sudut-sudut; sedangkan yang suci muncul melalui kurva. Manusia, bagian
suci darinya, diwarisi dari kurva. Jangan tertawa, aku bersungguh-sungguh."
Aku
bangkit berdiri dan mencari topiku. "Oh maafkan aku, Chalmers,"
ucapku, selagi berjalan menuju pintu. "Tapi aku tidak bisa tinggal dan
mendengarkan omong kosong ini. Akan kukirimkan dokter untuk memeriksamu. Dia
sudah tua dan tidak akan tersinggung jika kau mengusirnya. Tapi aku berharap
aku akan mendengarkan sarannya. Satu minggu di sanatorium akan baik
untukmu."
Aku
mendengarnya tertawa sementara melangkah menuju pintu, tapi suara tawanya
begitu suram hingga membawaku merasa suram.
2
Ketika
Chalmers menelponku keesokan harinya, impuls pertamaku adalah untuk menutup
teleponnya segera. Permintaannya begitu aneh dan suaranya terdengar histeris
hingga aku merasa interaksi lebih lanjut dengannya akan membuatku gila. Tetapi
aku tidak bisa meragukan ketulusan atas penderitaannya, dan ketika ia roboh
sepenuhnya dan aku mendengar isak tangisnya dari seberang telepon, aku
memutuskan untuk memenuhi permintaannya.
"Baiklah,"
ucapku. "Aku akan segera ke sana dan membawa semen."
Dalam
perjalanan menuju kediaman Chalmers, Aku berhenti sebentar di toko bangunan dan
membeli dua puluh kemasan sepuluh kilogram semen gipsum. Ketika aku memasuki
kamar kawanku, ia tengah merunduk di depan jendela memandang ke seberang
ruangan dengan mata ketakutan. Ketika ia melihatku masuk, Chalmers bangkit dan
merebut bungkusan semen dengan gerakan yang mengejutkan dan mengerikan.
Chalmers telah menyingkirkan semua perabot dan ruangan itu tampak begitu sunyi.
"Kita
mungkin bisa menghalangi mereka!" serunya. "Tapi kita harus cepat.
Frank, ada tangga di lorong. Bawa kemari, cepat. Lalu ambilkan seember
air."
"Untuk
apa?" gumamku.
Chalmers
menengok cepak padaku dan wajahnya tampak merah padam. "Untuk dicampur
dengan semen, bodoh!" teriaknya. "Untuk mencampur semen yang akan menyelamatkan
hidup kita dari kontaminasi. Untuk mencampur semen yang akan menyelamatkan
dunia dari—Frank, kita harus menghalangi mereka masuk!"
"Siapa?"
gumamku.
"Anjing-anjing
Tindalos!" jawabnya. "Mereka hanya bisa mencapai kita dari sudut.
Kita harus menyingkirkan semua sudut dari ruangan ini. Saya akan menutup sudut
ruangan ini dengan semen, semua celah. Kita harus membuat ruangan ini
menyerupai bola."
Aku
tahu tidak ada gunanya berdebat dengannya. Jadi aku mengambil tangga, Chalmers
mencampur semen dan selama tiga jam kami bekerja. Kami menutup tiga sudut
dinding, titik temu lantai dengan dinding, dinding dengan langit-langit, dan
kami melengkungkan sudut tajam dari kusen jendela.
"Aku
akan tinggal di ruangan ini sampai mereka kembali ke dalam waktu," ujarnya
ketika kami selesai. "Ketika mereka menyadari bahwa aroma bisa melewati
lengkungan, mereka akan kembali. Mereka akan kembali kelaparan, mendesis, marah
akibat perbuatan buruk yang terjadi di awal, sebelum waktu, di atas
ruang."
Chalmers
mengangguk dan menyalakan sigaret. "Kau sangat baik telah membantu,"
ucapnya.
"Kau
tidak akan bertemu dokter, Chalmers?" pintaku.
"Mungkin—besok,"
gumamnya. "Tapi sekarang, saya harus menunggu dan waspada."
"Menunggu
apa?" selaku.
Chalmers
tersenyum lemah. "Kau pikir saya gila," ucapnya. "Pikiranmu
sangat prosaik, dan kau tidak bisa menerima sebuah entitas yang keberadaannya
tidak bergantung pada gaya dan materi. Tapi tidakkah terpikir olehmu, kawanku,
bahwa gaya dan materi hanya membatasi persepsi yang ditanamkan waktu dan ruang?
Ketika satu orang tahu, seperti saya, bahwa waktu dan ruang itu identik dan
juga menipu karena keduanya tidak lebih dari manifestasi tidak sempurna dari
realitas yang lebih tinggi, manusia tidak lagi mencari penjelasan tentang
makhluk misteri dan terror di dunia ini."
Aku
bangkit dan berjalan menuju pintu.
"Maafkan
saya," serunya. "Saya tidak bermaksud menyinggungmu. Kau memiliki
kecerdasan superfisial, tapi saya—saya punya kecerdasan superhuman.
Wajar jika saya sadar keterbatasanmu."
"Telpon
aku jika kau butuh sesuatu," ucapku lalu menuruni tangga dua langkah
sekaligus. "Akan kukirim dokter segera," gumamku, pada diriku
sendiri. "Dia maniak, dan hanya surga yang tahu apa yang akan terjadi jika
seseorang tidak memeriksa Chalmers segera."
3
Berikut
ini adalah kumpulan dua pengumuman yang muncul di koran The Partridgevill Gazette edisi 3 Juli
1928:
Gempa Bumi Mengguncang Daerah Keuangan
Pada
pukul 2 dini hari sebuah gempa bumi mengguncang beberapa jendeal kaca di
Central Square, mengacaukan sistem listrk dan jalur kereta. Guncangan itu
berasal dari distrik terpencil dan menara Gereja The First Baptist di
bukit Angle Hill (didesain oleh Christopher Wren pada 1717) runtuh
karenanya. Pemadam kebakaran mencoba memadamkan api yang mengancam bengkel
Partridgeville. Walikota menjanjikan investigasi menyeluruh dan perbaikan
segera akibat bencana ini.
PENULIS OKULTISME DIBUNUH OLEH TAMU TAK
DIKENAL
—
Kejahatan Mengerikan di Central Square
—
Misteri Mengelilingi Kematian Halpin Chalmers
Pukul 9 pagi ini, jasad Halpin
Chalmers, penulis dan jurnalis, ditemukan di sebuah ruang kosong di atas toko
perhiasan, Smithwick and Isaacs, blok 24 Central Square. Investigasi
koroner mendapati ruangan itu telah disewa lengkap dengan perabotnya oleh Mr.
Chalmers pada 1 Mei, dan dia sendiri telah menyingkirkan perabotan itu malam
sebelumnya. Chalmers adalah penulis dari beberapa buku tentang okultisme dan
anggota Bibliographic Guild. Sebelumnya, ia tinggal di Brooklyn, New
York.
Pada pukul 7 pagi, Mr. L. E.
Hancock, yang menempati apartemen di seberang unit Chalmers di gedung yang
sama, mencium bau aneh ketika ia membuka pintu untuk membiarkan kucingnya masuk
dan mengambil koran. Menurutnya, bau itu asam dan sangat memuakkan, dan ia
yakin bahwa baunya berasal dari kamar Chalmers hingga ia harus menutup
hidungnya ketika menuju lorong.
Ketika hendak kembali ke
apartemennya, terpikir olehnya mungkinkan Chalmers lupa mematikan gas di dapur.
Sangat khawatir karena pemikiran itu, ia memutuskan untuk memeriksa dan ketika
berkali-kali mengetuk pintu tetapi tidak ada respon, ia melapor pada pengawas
gedung. Petugas kemudian membuka pintu dengan kunci cadangan, dan keduanya
segera masuk. Ruangan itu kosong tanpa perabot sama sekali, dan ketika Hancock
mengamati lantai, hatinya tiba-tiba terasa dingin. Tanpa bicara satu kata pun,
si pengawas membuka jendela dan menatap gedung di seberang selama lima menit penuh.
Chalmers terbaring di lantai, di
tengah ruangan dalam keadaan telanjang. Dada dan lengannya dipenuhi nanah
kebiruan. Kepalanya terbaring dengan posisi aneh dengan kondisi remuk terputus
dari tubuhnya. Tidak ada jejak darah sama sekali.
Ruangan itu tidak kalah aneh. Sudut
pertemuan antara dinding, lantai dan langit-langit telah ditutupi dengan semen
tebal. Tetapi di antara sudut-sudut itu, bongkahan semen telah remuk dan
terjatuh ke lantai. Tampaknya seseorang mengumpulkan bongkahan itu di sekitar jasad
Chalmers dan menyusunnya membentuk segitiga.
Di sebelah jasad Chalmers, beberapa
lembar kertas catatan kuning berserakan disana-sini. Kertas-kertas itu berisi
desain geometris, simbol dan kalimat-kalimat yang ditulis tergesa-gesa.
Kalimat-kalimat itu hampir tidak dapat dibaca dengan konteks tidak masuk akal
sehingga mustahil menunjukkan pelaku. "Saya menunggu dan
memperhatikan." Tulis Chalmers. "Saya duduk di depan jendela dan
memperhatikan dinding dan langit-langit. Saya yakin mereka tidak bisa menyentuh
saya, tapi saya harus waspada pada the Doels. Mungkin mereka bisa
membantu mereka lepas. Para satir akan membantu, dna mereka bisa maju melewati
lingkaran merah. Orang-orang Yunani tahu cara mencegahnya. Sungguh disayangkan
kita telah melupakan semuanya."
Pada lembar yang lain, lembar yang
paling rusak menjadi tujuh atau delapan bagian yang ditemukan Detektif Douglas,
tertulis:
"Tuhan yang maha baik, semennya
jatuh! Sebuah gempa bumi meruntuhkan semen dan bongkahannya jatuh. Gempa bumi!
Saya tidak pernah mengantisipasi hal ini. Ruangan ini mulai gelap. Saya harus
menelpon Frank. Tapi, bisakah ia datang tepat waktu? Saya akan mencoba. Saya
akan membacakan formula Einstein. Saya akan—Tuhanku! Mereka datang! Mereka
menembus! Asap mengalir dari sudut dinding. Lidah mereka—Aaaa—"
Menurut pendapat Detektif Douglas,
Chalmers telah diracun dengan semacam bahan kimia. Ia telah mengirim nanah
kebiruan di tubuh Chalmers ke Laboratorium Kimia Partridgevile; dan berharap
hasilnya akan memberikan titik terang pada salah satu dari kejahatan paling
misterius abad itu. Bahwa Chalmers menerima tamu pada malam sebelum gempa bumi,
adalah hal pasti, karena tetangganya mendengar suara gumam percakapan di
ruangan itu ketika ia lewat menuju tangga. Kecurigaan kuat ditujukan pada tamu
tak dikenal ini dan polisi berusaha keras mengungkap identitasnya.
4
Laporan dari James Morton, ahli
kimia dan bakteriologi:
Kepada Mr. Douglas:
Cairan yang Anda kirimkan untuk
dianalisa merupakan hal paling aneh yang pernah saya teliti. Cairan itu
menyerupai protoplasma hidup, tetapi cairan itu tidak memiliki zat khusus
bernama enzim. Enzim merupakan katalis untuk reaksi kimia yang terjadi pada sel
hidup, dan ketika sel mati, zat itu akan hancur karena hidrolisasi. Tanpa
enzim, protoplasma seharusnya memiliki vitalitas untuk bertahan cukup lama,
dengan kata lain, immortal. Bisa dikatakan, enzim adalah komponen negatif dari
organisme seluler, yang merupakan dasar semua kehidupan. Bahwa makluk hidup
dapat terbentuk tanpa enzim adalah mustahil bagi ahli biologi. Belum lagi zat
yang Anda kirim pada saya masih hidup dan tidak memiliki enzim. Demi Tuhan,
tuan, apa Anda sadar kemungkinan baru yang kini terbuka?
5
Kutipan dari The Scarlet Watcher
karya mendiang Halpin Chalmers:
Bagaimana jika, pararlel dengan
kehidupan yang kita tahu, ada kehidupan lain yang tidak pernah mati, tidak
memiliki elemen yang menghancurkan kehidupan kita? Mungkin, di dimensi lain
terdapat kekuatan berbeda yang darinya kehidupan kita tercipta. Mungkin
kekuatan ini memancarkan energi yang melewati dimensi tak dikenal ini menuju
dimensi kita dan menciptakan sebentuk sel kehidupan baru. Tidak ada yang tahu
bahwa sel baru itu hidup dalam dimensi kita. Ah, tapi Saya telah bicara dengan the
Doels. Dan dalam mimpi, saya melihat pertanda dari mereka. Saya telah
berdiri di atas pantai muram di batas ruang dan waktu dan telah melihat-nya.
Sel itu bergerak melalui kurva dan sudut aneh. Suatu hari, saya akan bepergian
dalam waktu dan menemui-nya sekali lagi, empat mata.
--
Karya : Frank Belknap Long, Jr.
Alih Bahasa : Devi S. Ariani
Cerpen dimuat dalam Majalah Weird Tales, Volume 30, edisi Juli 1937.
Hasil alih bahasa diterbitkan di laman https://kibul.in/ Juli 2020.
--
Karya : Frank Belknap Long, Jr.
Alih Bahasa : Devi S. Ariani
Cerpen dimuat dalam Majalah Weird Tales, Volume 30, edisi Juli 1937.
Hasil alih bahasa diterbitkan di laman https://kibul.in/ Juli 2020.
0 komentar