Anjing-anjing Pemburu dari Tindalos

By dev - July 09, 2020

credit pic here


"Saya senang akhirnya kau datang," ucap Chalmers. Ia duduk di depan jendela dengan wajah pucat. Dua lilin tinggi hampir terbakar habis di dekat sikunya, memancarkan cahaya ambar yang pucat di sepanjang hidung bangir dan dagunya yang menjorok ke dalam. Chalmers tidak ingin memiliki benda modern apapun di apartemennya. Jiwanya adalah jiwa seorang petapa abad pertengahan yang lebih memilih patung gargoyle yang melotot daripada radio atau mesin-penghitung, lebih suka membaca naskah tua di bawah cahaya lilin daripada mengendarai otomobil.
Sementara menyeberangi ruangan menuju sofa yang ia siapkan, aku melirik meja kerjanya dan terkejut ketika mendapati ia sedang mempelajari formula matematika dari seorang fisikawan kontemporer yang tersohor, dan telah memenuhi begitu banyak kertas-kertas berwarna kuning dengan desain bangun geometris yang sulit dimengerti.
"Bukankah Einstein dan John Dee sedikit aneh untuk dijadikan teman tidur," ucapku selagi mengalihkan tatapan dari grafik-grafik menuju enam puluh atau tujuh puluh buku aneh yang berkompromis dengan keanehan perpustakaan kecilnya. Plotinus dan Emanuel Moscopulus, St. Thomas Aquinas dan Frenicle de Bessy berdiri berdesakan dalam rak buku kayu ebony yang muram. Pamflet-pamflet tentang sihir medis, ilmu gaib, ilmu hitam dan hal-hal glamor lain yang ditolak dunia modern memenuhi semua meja, kursi dan meja tulis.
Chalmers tersenyum bersemangat dan mengulurkan padaku sebatang sigaret Rusia di atas sebuah baki berukiran aneh. "Sekarang ini, kita baru saja menyadari," ujarnya, "bahwa sang alkemis tua dan para penyihir-penyihir itu dua pertiga benar, dan ilmu biologis dan materialis modern milikmu adalah sembilan persepuluh salah."
"Kau memang selalu mencemooh sains modern," tukasku, sedikit tak sabar.
"Hanya pada dogma saintifiknya," jawab Chalmers. "Saya memang selalu melawan, seorang juara originalitas tanpa harapan; itulah kenapa saya memutuskan untuk menolak  kesimpulan dari biologi kontemporer."
"Dan Einstein?" tanyaku.
"Seorang pendeta matematikal transenden!" gumamnya dengan hormat. "Seorang mistikus dan penjelajah rasa ingin tahu yang luar biasa."
"Jadi kau tidak benar-benar membenci sains."
"Tentu tidak," Chalmers menekankan. "Saya hanya tidak mempercayai positivisme sains selama lima puluh tahun terakhir, positivisme Heckel dan Darwin serta Mr. Bertrand Russel. Saya percaya bahwa biologi telah dengan menyedihkan gagal untuk menjelaskan misteri asal mula manusia dan takdir."
"Beri mereka sedikit waktu," balasku.
Sepasang mata Chalmers berpendar, "Sahabatku," gumamnya, "permainan kata-katamu sungguh indah. Berikan mereka waktu. Tepat seperti apa yang akan kulakukan. Tetapi ahli biologis modern-mu telah menolak waktu. Mereka punya kuncinya, tapi menolak menggunakannya. Apa sebetulnya yang kita tahu tentang waktu? Einstein percaya bahwa waktu bersifat relatif, bisa diinterpretasikan sebagai ruang, ruang yang melengkung. Namun, apakah kita perlu berhenti sampai di situ? Ketika matematika mengecewakan kita, tidak bisakah kita tetap maju dengan—wawasan?"
"Kau menginjak dasar yang berbahaya," jawabku. "Jebakan yang dihindari jiwa penyelidikmu. Itulah kenapa sains modern memilih berkembang dengan sangat lambat; menolak apapun yang tidak bisa buktikan. Tapi kau—"
"Saya akan mengonsumsi ganja, opium, semua narkotika. Saya kan meniru orang-orang bijak dari Timur. Saya akan menguasai—"
"Apa?"
"Dimensi keempat."
"Teori gila!"
"Mungkin. Tapi saya percaya kalau narkotika mampu memperluas kesadaran manusia. William James setuju, dan saya telah menemukan satu yang baru."
"Narkotika baru?"
"Digunakan ratusan tahun yang lalu oleh alkemis Cina, tetapi belum dikenal di Barat. Daya yang dihasilkan luar biasa. Dengan bantuan benda ini, dan pengetahuan matematikal, saya yakin mampu kembali ke masa lalu."
"Aku tidak mengerti."
"Waktu hanyalah persepsi kita yang tidak sempurna atas ruang dimensi baru. Waktu dan gerak adalah ilusi. Semuanya yang ada sejak awal terbentuknya dunia, tetap ada sekarang. Kejadian yang terjadi ratusan tahun yang lalu, tetap berlanjut dalam ruang dimensi yang lain. Kejadian yang akan terjadi ratusan tahun di masa depan, saat ini telah terjadi. Kita tidak bisa memahami keberadaannya karena kita tidak bisa memasuki ruang dimensi yang memuat kejadian-kejadian itu. Manusia seperti yang kita tahu, hanya pecahan kecil dari sesuatu yang jauh lebih besar. Setiap manusia terhubung dengan semua kehidupan yang telah mendahului mereka sebelumnya. Semua leluhur mereka adalah bagian dari dirinya. Hanya waktu yang memisahkannya dengan kakek-kakek buyutnya, dan waktu pula sebuah ilusi yang membuatnya tidak nyata."
"Kurasa aku paham maksudmu," gumamku.
"Pengetahuan ini cukup untuk tujuan saya jika kau bisa membentuk gagasan samar tentang apa yang ingin saya capai. Saya ingin menanggalkan tudung ilusi yang menutupi pandangan dan melihat awal dan akhir."
"Dan kau pikir narkotika baru ini akan membantumu?"
"Saya yakin dan saya ingin kau membantu. Saya berencana menggunakannya segera. Saya tidak bisa menunggu. Saya harus melihat." Tatapannya bersinar aneh. "Saya akan pergi, kembali ke masa lalu, melalui waktu."
Chalmers bangkit dan berjalan menuju perapian. Ketika ia berbalik menghadap padaku, ia memegang sebuah kotak kecil di tangan. "Di dalam sini, ada lima butir obat Liao. Obat ini yang digunakan alkemis Lai Tze, dan dengan pengaruhnya ia melihat Tao. Tao adalah gaya paling misterius di dunia; mengelili dan meresap pada semua hal; mengandung seluruh alam semesta dan semua yang kita sebut realita. Ia yang menangkap misteri Tao mampu melihat dengan jelas semua hal yang lalu dan akan datang."
"Omong kosong!" seruku.
"Tao menyerupai binatang, terbaring, tidak bergerak. Dalam tubuhnya yang luar biasa besar ia mengandung semua dunia di alam semesta kita, masa lalu dan masa depan. Kita melihat bagian-bagian dari monster ini melalui celah-celah yang kita sebut waktu. Dengan bantuan obat ini, Saya akan memperbesar celah itu. Saya akan melihat figur kehidupan, seluruh bagian tubuh binatang itu."
"Dan apa yang kau ingin aku lakukan?"
"Mengamati, temanku. Mengamati dan mencatat. Dan jika saya pergi terlalu jauh, kau harus memanggil saya kembali. Kau bisa memanggil saya dengan menggoncangkan tubuh saya dengan keras. Jika saya terlihat kesakitan, kau harus menyadarkan saya segera."
"Chalmers," ucapku, "Aku berharap kau tidak melakukan eksperimen ini. Resikonya terlalu besar. Aku tidak percaya ada dimensi keempat dan sungguh tidak percaya pada Tao. Aku tidak setuju kau bereksperimen dengan narkotika yang tidak dikenal."
"Saya mengenal obat ini," jawabnya. "Saya tahu betul bagaimana obat ini mempengaruhi manusia atau binatang, maupun bahayanya. Resikonya tidak berasal dari obat itu sendiri. Satu-satunya ketakutan saya hanya jika tersesat dalam waktu. Kau lihat, saya harus membantu obatnya. Sebelum mengonsumsinya, saya harus memusatkan perhatian pada simbol-simbol aljabar dan geometri yang ada di kertas ini." Ia mengangkat grafik matematis yang sejak tadi berdiam di atas lututnya. "Saya harus mepersiapkan pikiran untuk bertamasya ke dalam waktu. Saya akan mendekati dimensi keempat dengan kesadarn pikiran penuh sebelum meminum obat ini yang akan membuat saya mampu menggunakan kekuatan persepsi gaib. Sebelum saya memasuki dunia mimpi dari mistik Timur, saya harus mendapatkan semua bantuan matematikal yang mampu diberikan sains modern. Pengetahuan matematikal ini, pendekatan kesadaran pada pemahaman dimensi keempat dari waktu. Obat ini akan membuka pemandangan baru yang menakjubkan—persiapan matematikal akan membuat saya mampu memahami pemandangan itu secara intelektual. Saya sudah sering menghadapi dimensi keempat itu dalam mimpi, dengan emosional dan intuitif tetapi saya belum pernah mampu mengingat kembali, ketika terjaga, kemegahan mistis yang sesaat terbuka pada saya.
"Tetapi, dengan bantuanmu, saya yakin mampu mengingatnya kali ini. Kau akan mencatat semua yang saya katakan sementara saya berada di bawah pengaruh obat itu. Tidak peduli seberapa aneh atau kacaunya ucapan saya, kau harus mencatat semuanya. Ketika terbangun, saya mungkin bisa memberikan kunci tentang apapun yang aneh  maupun tidak masuk akal dari catatanmu. Saya tidak yakin bisa berhasil, tapi jika memang berhasil," kedua matanya tiba-tiba bersinar, "waktu tidak akan berpihak pada saya lagi."
Chalmers terduduk seketika, "Saya harus melakukan eksperimen ini segera. Tolong berdirilah di sana dan perhatikan. Apa kau punya pena?"
Aku mengangguk muram dan mengeluarkan Watermann berwarna hijau pucat dari saku atas rompiku.
"Dan buku catatan, Frank?"
Aku mengerang dan mengeluarkan buku memorandum. "Aku sungguh menentang eksperimen ini," gumamku. "Kau menghadapi resiko yang sangat berbahaya."
"Jangan seperti wanita tua bodoh begitu!" tergurnya. "Ucapanmu tidak akan bisa menghentikan saya sekarang. Tolong diamlah selagi saya mempelajari grafik-grafik ini."
Chalmers mengangkat grafik-grafiknya dan mempelajari kertas itu dengan tekun. Aku menatap jam di atas perapian berdetik habis sementara rasa ingin tahu yang mengerikan meremas hatiku hingga aku terbatuk.
Tiba-tiba, jam berhentik berdetik dan tepat saat itu Chalmers menelan obatnya.

Aku bangkit secepat mungkin untuk mendekatinya tetapi matanya memohon padaku untuk tidak mengganggu. "Jamnya sudah berhenti," gumamnya. "Gaya yang mengontrol jam itu membuktikan eksperimen ini. Waktu telah berhenti, dan saya menelan obatnya. Saya berdoa pada Tuhan agar tidak kehilangan jalan."
Ia menutup matanya dan bersandar pada sofa. Darah surut dari wajahnya, nafasnya terdengar sangat berat. Jelas obat itu telah bereaksi sangat cepat.
"Hari mulai gelap," gumamnya. "Tulislah.. hari mulai gelap dan benada-benda familiar di ruangan ini perlahan memudar. Saya bisa melihat semuanya dengan samar melalui kelopak mata saya, tetapi semuanya memudar perlahan."
Aku mengguncang penaku untuk mengeluarkan tintanya dan menulis dengan cepat selagi Chalmers terus mendikte.
"Saya meninggalkan ruangan. Dinding-dindingnya menghilang dan saya tidak bisa melihat objek familiar lagi. Tetapi wajahmu masih terlihat. Saya harap kau tetap menulis. Sepertinya sebentar lagi saya akan melakukan lompatan besar—sebuah lompatan melintasi ruang. Atau mungkin saya akan melompat melintasi waktu. Saya tidak tahu. Semuanya gelap, kabur."
Ia duduk sebentar, dengan kepada tenggelam di dada. Lalu tiba-tiba tubuhnya kaku dan kelopak matanya membelalak terbuka. "Tuhan di surga!" teriak Chalmers, "Saya melihat!"
Tubuh Chalmers menegang maju dari kursi, berhadapan dengan dinding. Tapi aku tahu ia melihat melewati dinding itu dan objek di dalam ruangan ini tidak ada lagi baginya. "Chalmers," seruku, "Chalmers, apa aku perlu membangunkanmu?"
"Jangan!" pekiknya. "Saya melihat semuanya! Semua milyaran kehidupan yang mendahului saya di planet ini muncul di hadapan saya sekarang. Saya melihat laki-laki dari segala usia, segala ras, segala warna. Mereka bertarung, membunuh, membangun, menari, bernyanyi. Mereka duduk mengitari api di tengan gurun sepi dan terbang membelah angkasa dengan monoplanes. Mereka mengendarai lautan dengan sampan dan kapal uap yang sangat besar; mereka melukis bison dan mammoth pada dinding gua dan menutup kanvas itu dengan desain futuristik yang sulit dimengerti. Saya melihat migrasi dari Atlantis. Saya melihat migrasi dari Lemuria. Saya melihat ras paling tua—gerombolan kurcaci hitam menguasai Asia dan para Neanderthal bongkok dan lutut menekuk mengamuk di seluruh Eropa. Saya melihat suku Achaeans menuju kepulauan Yunani dan awal terbentuknya budaya Hellenic. Saya berada di Athens dan Pericles masih sangat muda. Saya berdiri di tanah Italy. Saya bergabung dalam pemerkosaan wanita-wanita Sabine; saya berderap bersama Imperial Legions. Saya gemetar karena kagum dan rasa ingin tahu sementara moral yang luar biasa berlalu dan bumi bergejolak dengan tapak kaki berjaya hastati. Seribu budak telanjang bersujud saat saya lewat dengan tandu emas dan gading yang ditarik lembu sehitam malam dari Thebes dan para gadis-gadis pembawa bunga berteriak 'Ave Caesar' saat saya mengangguk dan tersenyum. Saya sendiri seorang budak dalam galeri Moorish. Saya menyaksikan pendirian katedral agung. Batu demi batu berdiri, melewati bulan demi bulan dan tahun-tahun saya berdiri dan menyaksikan setiap batu disusun. Saya dibakar pada salib dengan kepala menghadap ke bawah di dalam taman berbau tyme di Nero dan dengan kegirangan dan hina, saya menyaksikan para penyiksa bekerja di ruang penyelidikan.
"Saya memasuki suaka paling suci; kuil Venus. Saya berlutut mengagumi Magna Mater, dan saya melempar koin ke lutut telanjang para gundik yang duduk dengan wajah bercadar di hutan Babylon. Saya menyusup ke dalam teater masa Elizabeth dengan bau rakyat jelata mengerubungiku lalu bertepuk tangan untuk The Merchant of Venice. Saya berjalan bersama Dante melalui jalanan sempit kota Florence. Saya bertemu dengan Beatrice muda dan tepian pakaiannya menyapu sandal saya sementara saya terpesona memandangnya. Saya adalah pendeta Isis, dan sihir yang saya miliki memesona seluruh negeri. Simon Magnus berlutut di hadapan saya, memohon bantuan dan Pharaoh gemetar ketika saya mendekatinya. Di India saya berbicara dengan pada Master dan berlari sambil berteriak menjauhi mereka karena wahyu yang mereka berikan seperti garam ditaburkan pada luka penuh berdarah.
"Saya merasakan semuanya serentak. Saya merasakan semuanya dari segala sisi; saya adalah bagian dari padatnya milyaran kejadian di sekitar saya. Saya ada di semua laki-laki dan semua laki-laki ada di dalam diri saya. Saya melihat seluruh sejarah manusia dalam sekejap, masa lalu dan masa kini.
"Dengan menyaring saya bisa melihat jauh dan lebih jauh ke belakang. Sekarang saya kembali melewati kurva dan sudut-sudut yang membingungkan. Kurva dan sudut-sudut yang membiak di sekitar saya. Saya melihat segmen-segmen waktu yang luar biasa melalui kurva-kurva itu. Waktu melengkung dan waktu bersudut. Makhluk yang berdiam di waktu bersudut tidak bisa memasuki waktu melengkung. Sungguh aneh.
"Saya terus kembali ke masa lalu. Manusia telah menghilang dari bumi. Reptil-reptil raksasa mendekam di bawah tanaman raksasa dan berenang dalam danau berair hitam yang muram. Tidak ada binatang tersisa di atas tanah, tetapi di bawah air terlihat jelas, figur-figur hitam bergerak perlahan mengitari vegetasi yang telah membusuk.
"Figur-figur itu berubah menjadi lebih sederhana dan lebih sederhana. Kini mereka hanya sebuah sel tunggal. Semuanya tentang saya merupakan sudut—sudut aneh yang tidak memiliki pasangan di bumi. Saya sungguh ketakutan.
"Sebuah jurang neraka yang tidak bisa dipahami manusia."
Aku menatapnya. Chalmers bangkit dan menggerakkan tangannya tanpa daya. "Saya melewati sudut yang tidak wajar; saya mendekati—oh sesuatu yang membakar dengan mengerikan!"
"Chalmers!" teriakku. "Apa kau ingin aku membangunkanmu?"
Ia mengangkat tangan kanannya dengan cepat ke wajah, seolah ingin meredam pemandangan yang mengerikan. "Belum!" teriaknya, "Saya akan melanjutkan. Saya akan melihat—apa—yang ada—di atas—"
Keringat dingin muncul di dahinya dan bahunya tersentak berkali-kali. "Di atas kehidupan," wajahnya memucat penuh kengerian, "ada hal-hal yang tidak bisa saya kenali. Mereka bergerak perlahan melewati sudut-sudut. Mereka tidak bertubuh, dan mereka bergerak dengan sangat pelan melewati sudut-sudut yang mustahil."
Saat itulah aku menyadari bau yang muncul di dalam ruangan. Bau tajam yang tidak bisa dijelaskan, sangat memuakkan hingga aku tidak bisa menahannya. Aku bergerak dengan cepat mendekati jendela dan membukanya lebar-lebar. Saat aku berbalik pada Chalmers dan menatap matanya, aku hampir pingsan.
"Saya rasa mereka telah mengendus saya!" jeritnya. "Mereka perlahan berbelok ke arah saya."
Tubuh Chalmers gemetar hebat. Untuk sesaat ia mencakar udara dengan kedua tangannya. Lalu kakinya melemas dan ia terperosok jatuh menghantamkan wajahnya ke lantai, kejang dan mengerang.
Aku melihatnya dalam diam sementara Chalmers menyeret tubuhnya di lantai. Ia bukan lagi manusia. Giginya telanjang dan ludah menetes dari ujung bibirnya.
"Chalmers!" seruku, "Chalmers, berhenti! Berhenti! Apa kau mendengarku?"
Seolah menjawab pertanyaanku, ia mengeluarkan suara erangan parau yang tidak menyerupai apapun selain gonggongan anjing, dan menggeliat membentuk lingkaran. Aku berlutut dan mencengkeram bahunya. Dengan kasar dan putus asa, aku menggoncangkan tubuhnya. Chalmers memutar kepalanya dan mencaplok pergelangan tanganku. Meskipun begitu ketakutan, aku tidak melepaskan cengkeramanku pada bahunya karena khawatir ia akan menghancurkan dirinya sendiri dalam kemarahan yang meledak-ledak.
"Chalmers," gumamku, "kau harus berhenti. Tidak ada apapun di ruangan ini yang bisa melukaimu. Kau mengerti?"
Aku terus mengguncang tubuhnya dan perlahan kegilaan itu surut dari wajahnya. Gemetar, ia mendekam di atas karpet.
Aku membawanya ke sofa dan mendudukkannya di sana. Wajahnya kesakitan dan aku tahu ia masih kesakitan dan kesulitan untuk keluar dari memori mengerikan itu.
"Wiski," gumamnya. "Ada botol dalam kabinet di sebelah jendela—laci kiri atas."
Aku mengulurkan wiski, jemarinya mencengkeram botol itu hingga buku-buku jarinya berwarna biru. "Mereka hampir mendapatkanku," ujarnya, terkesiap. Wiski itu tandas dengan beberapa tegukan saja dan perlahan wajahnya kembali berwarna.
"Obat itu sangat buruk!" gumamku.
"Bukan obatnya," erang Chalmers.
Matanya tidak lagi membelalak, tapi wajahnya masih tampak seolah jiwanya belum kembali.
"Mereka mengendusku di dalam waktu," ucapnya. "Aku pergi terlalu jauh."
"Seperti apa mereka?" tanyaku, untuk menanggapinya.
Chalmers mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencengkeram tanganku. Ia gemetar hebat. "Tidak ada kata-kata dalam bahasa kita yang bisa mendeksripsikan mereka!" Ia bicara dengan suara berbisik yang parau. "Mereka tersimbolisasi dengan samar dalam mitos Kejatuhan, dan dalam bentuk saru yang terkadang ditemukan terukir pada tablet-tablet kuno. Orang Yunani menamai mereka, menutupi sifat keji mereka. Pohoh, Ular dan Apel—simbol-simbol ini adalah simbol paling samar dari hampir semua misteri."
Suaranya meninggi menjadi teriakan. "Frank, Frank, perbuatan amat buruk telah dilakukan di awal waktu. Sebelum waktu, perbuatan itu, dan dari perbuatan itu—"
Chalmers bangkit dan mondar-mandir di dalam ruangan. "Benih dari perbuatan itu bergerak melewati sudut dalam ceruk-ceruk gelap dari waktu. Mereka lapar dan haus!"
"Chalmers," panggilku untuk menenangkannya. "Kita hidup di dekade ketiga dari abad kedua puluh."
"Mereka kurus dan haus!" jeritnya. "Anjing-anjing pemburu dari Tindalos!"
"Chalmers, perlukah aku menghubungi doktermu?"
"Seorang dokter tidak bisa membantu sekarang. Mereka sangat mengerikan, dan lagi—" Chalmers menyembunyikan wajahnya di telapak tangan dan mengerang— "mereka nyata, Frank. Saya melihat mereka untuk sesaat yang mengerikan. Untuk sesaat saya berdiri di sisi lain. Saya berdiri di pantai muram di batas ruang dan waktu. Dalam cahaya mengerikan yang sebenarnya bukan cahaya, dalam kesunyian yang menjerit, saya melihat mereka."
"Seluruh kekejian di dunia ini berkumpul dalam tubuh mereka yang kurus dan kelaparan. Apakah mereka punya tubuh? Saya melihat mereka hanya sekejap; saya tidak yakin. Tapi saya mendengar mereka bernapas. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, untuk sesaat saya merasakan napas mereka di wajah saya. Mereka menoleh dan saya lari. Dalam satu momen saya berlari sambil berteriak melewati waktu. Saya berlari menembus satu milyar tahun.
"Tapi mereka sudah mengendus saya. Manusia yang membangunkan mereka dalam kelaparan kosmik. Kita berhasil melarikan diri, untuk sementara, dari kekejian yang mengitari mereka. Mereka haus akan sesuatu dari kita yang masih bersih, yang muncul dari perbuatan tanpa noda. Ada bagian dari diri kita yang tidak ambil bagian dalam perbuatan keji itu dan mereka membencinya. Tapi, jangan membayangkan kalau mereka benar-benar keji. Mereka lebih di atas baik dan buruk yang kita pahami. Mereka adalah sesuatu yang, saat awal mula, jatuh dari kesucian. Tapi mereka tidak jahat dalam pengertian kita karena dalam dunia mereka tidak ada pemikiran, tidak ada moral, tidak ada salah dan benar seperti yang kita pahami. Hanya ada suci dan kotor. Yang kotor, jahat dan keji muncul melalui sudut-sudut; sedangkan yang suci muncul melalui kurva. Manusia, bagian suci darinya, diwarisi dari kurva. Jangan tertawa, aku bersungguh-sungguh."
Aku bangkit berdiri dan mencari topiku. "Oh maafkan aku, Chalmers," ucapku, selagi berjalan menuju pintu. "Tapi aku tidak bisa tinggal dan mendengarkan omong kosong ini. Akan kukirimkan dokter untuk memeriksamu. Dia sudah tua dan tidak akan tersinggung jika kau mengusirnya. Tapi aku berharap aku akan mendengarkan sarannya. Satu minggu di sanatorium akan baik untukmu."
Aku mendengarnya tertawa sementara melangkah menuju pintu, tapi suara tawanya begitu suram hingga membawaku merasa suram.



2
Ketika Chalmers menelponku keesokan harinya, impuls pertamaku adalah untuk menutup teleponnya segera. Permintaannya begitu aneh dan suaranya terdengar histeris hingga aku merasa interaksi lebih lanjut dengannya akan membuatku gila. Tetapi aku tidak bisa meragukan ketulusan atas penderitaannya, dan ketika ia roboh sepenuhnya dan aku mendengar isak tangisnya dari seberang telepon, aku memutuskan untuk memenuhi permintaannya.
"Baiklah," ucapku. "Aku akan segera ke sana dan membawa semen."
Dalam perjalanan menuju kediaman Chalmers, Aku berhenti sebentar di toko bangunan dan membeli dua puluh kemasan sepuluh kilogram semen gipsum. Ketika aku memasuki kamar kawanku, ia tengah merunduk di depan jendela memandang ke seberang ruangan dengan mata ketakutan. Ketika ia melihatku masuk, Chalmers bangkit dan merebut bungkusan semen dengan gerakan yang mengejutkan dan mengerikan. Chalmers telah menyingkirkan semua perabot dan ruangan itu tampak begitu sunyi.
"Kita mungkin bisa menghalangi mereka!" serunya. "Tapi kita harus cepat. Frank, ada tangga di lorong. Bawa kemari, cepat. Lalu ambilkan seember air."
"Untuk apa?" gumamku.
Chalmers menengok cepak padaku dan wajahnya tampak merah padam. "Untuk dicampur dengan semen, bodoh!" teriaknya. "Untuk mencampur semen yang akan menyelamatkan hidup kita dari kontaminasi. Untuk mencampur semen yang akan menyelamatkan dunia dari—Frank, kita harus menghalangi mereka masuk!"
"Siapa?" gumamku.
"Anjing-anjing Tindalos!" jawabnya. "Mereka hanya bisa mencapai kita dari sudut. Kita harus menyingkirkan semua sudut dari ruangan ini. Saya akan menutup sudut ruangan ini dengan semen, semua celah. Kita harus membuat ruangan ini menyerupai  bola."
Aku tahu tidak ada gunanya berdebat dengannya. Jadi aku mengambil tangga, Chalmers mencampur semen dan selama tiga jam kami bekerja. Kami menutup tiga sudut dinding, titik temu lantai dengan dinding, dinding dengan langit-langit, dan kami melengkungkan sudut tajam dari kusen jendela.
"Aku akan tinggal di ruangan ini sampai mereka kembali ke dalam waktu," ujarnya ketika kami selesai. "Ketika mereka menyadari bahwa aroma bisa melewati lengkungan, mereka akan kembali. Mereka akan kembali kelaparan, mendesis, marah akibat perbuatan buruk yang terjadi di awal, sebelum waktu, di atas ruang."
Chalmers mengangguk dan menyalakan sigaret. "Kau sangat baik telah membantu," ucapnya.
"Kau tidak akan bertemu dokter, Chalmers?" pintaku.
"Mungkin—besok," gumamnya. "Tapi sekarang, saya harus menunggu dan waspada."
"Menunggu apa?" selaku.
Chalmers tersenyum lemah. "Kau pikir saya gila," ucapnya. "Pikiranmu sangat prosaik, dan kau tidak bisa menerima sebuah entitas yang keberadaannya tidak bergantung pada gaya dan materi. Tapi tidakkah terpikir olehmu, kawanku, bahwa gaya dan materi hanya membatasi persepsi yang ditanamkan waktu dan ruang? Ketika satu orang tahu, seperti saya, bahwa waktu dan ruang itu identik dan juga menipu karena keduanya tidak lebih dari manifestasi tidak sempurna dari realitas yang lebih tinggi, manusia tidak lagi mencari penjelasan tentang makhluk misteri dan terror di dunia ini."
Aku bangkit dan berjalan menuju pintu.
"Maafkan saya," serunya. "Saya tidak bermaksud menyinggungmu. Kau memiliki kecerdasan superfisial, tapi saya—saya punya kecerdasan superhuman. Wajar jika saya sadar keterbatasanmu."
"Telpon aku jika kau butuh sesuatu," ucapku lalu menuruni tangga dua langkah sekaligus. "Akan kukirim dokter segera," gumamku, pada diriku sendiri. "Dia maniak, dan hanya surga yang tahu apa yang akan terjadi jika seseorang tidak memeriksa Chalmers segera."

3
Berikut ini adalah kumpulan dua pengumuman yang muncul di koran The Partridgevill Gazette edisi 3 Juli 1928:

Gempa Bumi  Mengguncang Daerah Keuangan
Pada pukul 2 dini hari sebuah gempa bumi mengguncang beberapa jendeal kaca di Central Square, mengacaukan sistem listrk dan jalur kereta. Guncangan itu berasal dari distrik terpencil dan menara Gereja The First Baptist di bukit Angle Hill (didesain oleh Christopher Wren pada 1717) runtuh karenanya. Pemadam kebakaran mencoba memadamkan api yang mengancam bengkel Partridgeville. Walikota menjanjikan investigasi menyeluruh dan perbaikan segera akibat bencana ini.

PENULIS OKULTISME DIBUNUH OLEH TAMU TAK DIKENAL
Kejahatan Mengerikan di Central Square
Misteri Mengelilingi Kematian Halpin Chalmers

            Pukul 9 pagi ini, jasad Halpin Chalmers, penulis dan jurnalis, ditemukan di sebuah ruang kosong di atas toko perhiasan, Smithwick and Isaacs, blok 24 Central Square. Investigasi koroner mendapati ruangan itu telah disewa lengkap dengan perabotnya oleh Mr. Chalmers pada 1 Mei, dan dia sendiri telah menyingkirkan perabotan itu malam sebelumnya. Chalmers adalah penulis dari beberapa buku tentang okultisme dan anggota Bibliographic Guild. Sebelumnya, ia tinggal di Brooklyn, New York.
            Pada pukul 7 pagi, Mr. L. E. Hancock, yang menempati apartemen di seberang unit Chalmers di gedung yang sama, mencium bau aneh ketika ia membuka pintu untuk membiarkan kucingnya masuk dan mengambil koran. Menurutnya, bau itu asam dan sangat memuakkan, dan ia yakin bahwa baunya berasal dari kamar Chalmers hingga ia harus menutup hidungnya ketika menuju lorong.
            Ketika hendak kembali ke apartemennya, terpikir olehnya mungkinkan Chalmers lupa mematikan gas di dapur. Sangat khawatir karena pemikiran itu, ia memutuskan untuk memeriksa dan ketika berkali-kali mengetuk pintu tetapi tidak ada respon, ia melapor pada pengawas gedung. Petugas kemudian membuka pintu dengan kunci cadangan, dan keduanya segera masuk. Ruangan itu kosong tanpa perabot sama sekali, dan ketika Hancock mengamati lantai, hatinya tiba-tiba terasa dingin. Tanpa bicara satu kata pun, si pengawas membuka jendela dan menatap gedung di seberang selama lima menit penuh.
            Chalmers terbaring di lantai, di tengah ruangan dalam keadaan telanjang. Dada dan lengannya dipenuhi nanah kebiruan. Kepalanya terbaring dengan posisi aneh dengan kondisi remuk terputus dari tubuhnya. Tidak ada jejak darah sama sekali.
            Ruangan itu tidak kalah aneh. Sudut pertemuan antara dinding, lantai dan langit-langit telah ditutupi dengan semen tebal. Tetapi di antara sudut-sudut itu, bongkahan semen telah remuk dan terjatuh ke lantai. Tampaknya seseorang mengumpulkan bongkahan itu di sekitar jasad Chalmers dan menyusunnya membentuk segitiga.
            Di sebelah jasad Chalmers, beberapa lembar kertas catatan kuning berserakan disana-sini. Kertas-kertas itu berisi desain geometris, simbol dan kalimat-kalimat yang ditulis tergesa-gesa. Kalimat-kalimat itu hampir tidak dapat dibaca dengan konteks tidak masuk akal sehingga mustahil menunjukkan pelaku. "Saya menunggu dan memperhatikan." Tulis Chalmers. "Saya duduk di depan jendela dan memperhatikan dinding dan langit-langit. Saya yakin mereka tidak bisa menyentuh saya, tapi saya harus waspada pada the Doels. Mungkin mereka bisa membantu mereka lepas. Para satir akan membantu, dna mereka bisa maju melewati lingkaran merah. Orang-orang Yunani tahu cara mencegahnya. Sungguh disayangkan kita telah melupakan semuanya."
            Pada lembar yang lain, lembar yang paling rusak menjadi tujuh atau delapan bagian yang ditemukan Detektif Douglas, tertulis:
            "Tuhan yang maha baik, semennya jatuh! Sebuah gempa bumi meruntuhkan semen dan bongkahannya jatuh. Gempa bumi! Saya tidak pernah mengantisipasi hal ini. Ruangan ini mulai gelap. Saya harus menelpon Frank. Tapi, bisakah ia datang tepat waktu? Saya akan mencoba. Saya akan membacakan formula Einstein. Saya akan—Tuhanku! Mereka datang! Mereka menembus! Asap mengalir dari sudut dinding. Lidah mereka—Aaaa—"
            Menurut pendapat Detektif Douglas, Chalmers telah diracun dengan semacam bahan kimia. Ia telah mengirim nanah kebiruan di tubuh Chalmers ke Laboratorium Kimia Partridgevile; dan berharap hasilnya akan memberikan titik terang pada salah satu dari kejahatan paling misterius abad itu. Bahwa Chalmers menerima tamu pada malam sebelum gempa bumi, adalah hal pasti, karena tetangganya mendengar suara gumam percakapan di ruangan itu ketika ia lewat menuju tangga. Kecurigaan kuat ditujukan pada tamu tak dikenal ini dan polisi berusaha keras mengungkap identitasnya.

            4
            Laporan dari James Morton, ahli kimia dan bakteriologi:
            Kepada Mr. Douglas:
            Cairan yang Anda kirimkan untuk dianalisa merupakan hal paling aneh yang pernah saya teliti. Cairan itu menyerupai protoplasma hidup, tetapi cairan itu tidak memiliki zat khusus bernama enzim. Enzim merupakan katalis untuk reaksi kimia yang terjadi pada sel hidup, dan ketika sel mati, zat itu akan hancur karena hidrolisasi. Tanpa enzim, protoplasma seharusnya memiliki vitalitas untuk bertahan cukup lama, dengan kata lain, immortal. Bisa dikatakan, enzim adalah komponen negatif dari organisme seluler, yang merupakan dasar semua kehidupan. Bahwa makluk hidup dapat terbentuk tanpa enzim adalah mustahil bagi ahli biologi. Belum lagi zat yang Anda kirim pada saya masih hidup dan tidak memiliki enzim. Demi Tuhan, tuan, apa Anda sadar kemungkinan baru yang kini terbuka?

            5
            Kutipan dari The Scarlet Watcher karya mendiang Halpin Chalmers:
            Bagaimana jika, pararlel dengan kehidupan yang kita tahu, ada kehidupan lain yang tidak pernah mati, tidak memiliki elemen yang menghancurkan kehidupan kita? Mungkin, di dimensi lain terdapat kekuatan berbeda yang darinya kehidupan kita tercipta. Mungkin kekuatan ini memancarkan energi yang melewati dimensi tak dikenal ini menuju dimensi kita dan menciptakan sebentuk sel kehidupan baru. Tidak ada yang tahu bahwa sel baru itu hidup dalam dimensi kita. Ah, tapi Saya telah bicara dengan the Doels. Dan dalam mimpi, saya melihat pertanda dari mereka. Saya telah berdiri di atas pantai muram di batas ruang dan waktu dan telah melihat-nya. Sel itu bergerak melalui kurva dan sudut aneh. Suatu hari, saya akan bepergian dalam waktu dan menemui-nya sekali lagi, empat mata.

--
Karya : Frank Belknap Long, Jr.
Alih Bahasa : Devi S. Ariani  
Cerpen dimuat dalam Majalah Weird Tales, Volume 30, edisi Juli 1937.
Hasil alih bahasa diterbitkan di laman https://kibul.in/ Juli 2020.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar