pic credit here |
Judul : Colorless Tsukuru Tazaki and His Years Of Pilgrimage
Penulis : Haruki Murakami
Penerbit : Harvill Secker, London
Tebal : 298 halaman
Tahun : 2013
Harga : £20.00
ISBN : 978-1-846-55833-7
Seorang kawan pernah melarang saya membaca karya Murakami dan berkomentar : Murakami is a sad person, kesedihannya menular dari karya-karyanya. Saya tidak membantah saat itu, karena fakta bahwa kesedihannya bisa menular melalui kata-kata adalah bukti bahwa ia telah berkarya dengan sangat baik. Colorless Tsukuru Tazaki and His Years Of Pilgrimage adalah buku kedua yang saya baca setelah trilogi 1Q84. Karena masih dalam pengaruh trilogi 1Q84 yang berunsur air, api, tanah dan udara sains, fiksi, sejarah dan politik, saya mengira buku ini juga akan sangat membingungkan. Tapi nyatanya tidak. Murakami-sensei membungkus kehidupan seorang Tsukuru Tazaki dengan sangat sederhana namun mempesona.
From July of his sophomore year in college untill the following January,
all Tsukuru Tazaki could think about was dying. He turned twenty during this time,
but this special wathershed – becoming and adult – meant nothing.
all Tsukuru Tazaki could think about was dying. He turned twenty during this time,
but this special wathershed – becoming and adult – meant nothing.
Haruki Murakami - Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
Tidak seperti keempat temannya, namanya : Tsukuru Tazaki, tidak memiliki unsur warna. Akamatsu (yang kemudian dipanggil Aka) berarti pinus merah, Oumi (yang kemudian dipanggil Ao) berarti laut biru, Shirane (yang kemudian dipanggil Shiro) berarti akar putih, Kurono (yang kemudian dipanggil Kuro) berarti ladang hitam, dan Tsukuru tetaplah Tsukuru. Dibalik kebetulan nama-nama yang memiliki unsur warna, mereka memiliki kelebihan masing-masing. Aka adalah tipe siswa yang selalu dapat peringkat tertinggi walaupun tidak pernah terlihat belajar, Shiro adalah gadis yang sangat cantik, Kuro walaupun tidak pandai matematika atau fisika, ia brilian dalam mata pelajaran humaniora dan Ao seorang kapten tim rugby Dan Tsukuru hanyalah Tsukuru.
“I have no sense of self. I have no personality, no brilliant color.
I have nothing to offer. That’s always been my problem.
I feel like an empty vessel. I have a shape, I guess,
as a container, but there’s nothing inside.”
I have nothing to offer. That’s always been my problem.
I feel like an empty vessel. I have a shape, I guess,
as a container, but there’s nothing inside.”
Haruki Murakami - Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
Namun, birapun begitu persahabatan mereka berlangsung baik dan menjadi semakin erat dari hari ke hari hingga saat kelulusan tiba. Keempat temannya memutuskan untuk menetap dan kuliah di kota kelahiran mereka, namun Tsukuru memutuskan untuk pergi ke Tokyo (setelah diyakinkan bahwa mereka akan tetap bersahabat walaupun terpisah dua jam perjalanan kereta Shinkansen). Semuanya berjalan baik, Tsukuru bahkan merasa tidak perlu berteman dengan orang baru karena ia memiliki keempat sahabatnya. Walaupun sendiri, ia tidak pernah kesepian. Sampai suatu ketika keempat temannya memutuskan, mereka tidak mau menemui Tsukuru lagi.
“Still, being able to feel pain was good, he thought.
It's when you can't even feel pain anymore that
you're in real trouble.”
It's when you can't even feel pain anymore that
you're in real trouble.”
Haruki Murakami - Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage
Adalah Sara, seorang gadis yang memberikan alasan yang Tsukuru tunggu selama beberapa tahun. Alih-alih mencari tahu kenapa mereka memutuskan hubungan dengannya, Tsukuru malah berangkat ke Tokyo meninggalkan semuanya. Kemudian setelah Tsukuru bertemu dengan Sara, ia sadar bahwa ia ingin menyelesaikan apa pun yang belum selesai di masa lalunya. Jika tidak ia tidak akan bisa melanjutkan hidup, sendiri maupun bersama Sara.
Kemudian, kebenaran demi kebenaran mulai terungkap. Ia menemui Ao dan Aka, Tsukuru menyusul Kuro yang sudah menikah ke Finlandia untuk mendengar cerita versinya. Semua kerja kerasnya menggiring Tsukuru ke sebuah kasus yang melibatkan Shiro. Ia bahkan mencurigai alterego-nya sendiri melakukan sesuatu yang mengerikan di luar kendali dirinya. Saat Tsukuru menyadari bahwa unsur warna tidak penting dalam persahabatan mereka, bahwa Tsukuru yang tidak berwarna memiliki peran yang penting dalam kelompok kecil mereka, semuanya sudah terlambat.